Apa itu Google Earth Engine?
Tulisan ini akan membahas sebuah inovasi teknologi geospatial dari Google yang diberi nama Google Earth Engine (GEE). Mungkin ada yang beranggapan jika Google Earth Engine itu sama dengan Google Earth (GE). Namun keduanya jauh berbeda. Google Earth merupakan aplikasi untuk visualisasi data geospatial dengan bahasa pemograman yang disebut Keyhole Markup Language(KML). Sedangkan Google Earth Engine merupakan sebuah platform berbasis cloud untuk analisa data geospasial terutama data raster. Dua pengertian tersebut dengan jelas memberikan perbedaaan antara Google Earth dan Google Earth Engine yaitu: Google Earth untuk visualisasi sedangkan Google Earth Engine merupakan platform untuk data processing.
Kemudian, apa sih kelebihannya GEE? Sehingga layak disebut sebagai revolusier teknologi Remote Sensing. Ada banyak alasan untuk itu.
- Memiliki akses terhadap data citra satelit dan data lainnya dengan jumlah yang sangat besar (petabyte), dan terus diupdate. (Silahkan lihat dataset)
- Processing data berjalan secara cloud dan parallel di server Google.
- Memilki algoritma-algoritma data processing yang cukup banyak dan terus disempurnakan oleh Google Engineer dan diuji oleh komunitas, sehingga algoritma tersebut menjadi semakin baik dan teruji.
- Dipakai oleh peneliti, akademisi dan berbagai lembaga di dunia untuk berbagai aplikasi.
- Dengan Application Programming Interface (API) yang tersedia untuk Java Script dan Python, memungkinkan pengguna untuk melakukan pengolahan data yang lebih kompleks sesuai dengan kebutuhannya.
- Dukungan dokumentasi yang cukup lengkap bagi para pemula untuk meggunakan platform ini.
Contoh Aplikasi Google Earth Engine
Mungkin bayangan tersebut akan lebih jelas dengan sebuah contoh kasus: Anda ditugaskan untuk memonitor perubahan tutupan lahan sebuah kawasan antara tahun 1999 dan 2008 menggunakan indikator Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Secara umum mungkin pendekatannya seperti berikut.
- Mencari dan mengunduh data citra Landsat dua tahun tersebut. Jika satu scene/tahun mempunyai besar 1 GB untuk citra multi spektral, maka paling tidak harus diunduh data sebesar 2 GB.
- Memasukkan citra-citra tersebut dalam perangkat lunak dan menghitung NDVI masing-masing citra tersebut.
- Membandingkan nilai NDVI tiap-tiap citra untuk mengetahui perubahan lahan kawasan tersebut.
Ya. Itulah paling tidak tiga langkah yang diperlukan untuk menuntaskan kasus tersebut. Namun hal tersebut akan sangat jauh berbeda jika dilakukan dengan platform GEE, karena akan dapat dituntaskan hanya melalui sebuah editor dengan beberapa baris kode berikut:
//load landsat 7 imagery
var landsat99=ee.Image('LE7_TOA_5YEAR/1999_2003');
var landsat08=ee.Image('LE7_TOA_5YEAR/2008_2012');
//NDVI Calculation
var ndvi_08=landsat08.normalizedDifference(['B4','B3']);
var ndvi_08=landsat08.normalizedDifference(['B4','B3']);
var ndvi_99=landsat99.normalizedDifference(['B4','B3']);
//print ('NDVI 99:',ndvi_08);
Map.addLayer(ndvi_99,{},'ndvi_99');
Map.addLayer(ndvi_08,{},'ndvi_08');
Hasilnya pun dapat langsung dilihat seperti pada gambar 1 dan 2:
Gambar 1. NDVI 1999 |
Gambar 2. NDVI 2008 |
Tidak perlu data yang besar yang akan memenuhi hard disk dan perangkat lunak yang mahal. Hanya dengan beberapa baris kode maka tugas tersebut terselesaikan. Kalau begitu, setujukah Anda jika GEE merupakan revolusioner untuk teknologi remote sensing?
Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang Google Earth Engine, silahkan mengunjungi situs resminya di https://earthengine.google.com/
Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang Google Earth Engine, silahkan mengunjungi situs resminya di https://earthengine.google.com/